Oleh Frans Obon
KEMATIAN seorang uskup adalah sebuah kehilangan. Itulah yang dialami oleh umat Keuskupan Ruteng. Kematian Uskup Eduardus Sangsun SVD, Senin (13/10) adalah kehilangan besar bagi umat Katolik di di wilayah itu.
Uskup Edu ditahbiskan Uskup 25 Maret 1985. Itu berarti selama 23 tahun, dia membaktikan dirinya bagi pengembangan Gereja lokal Keuskupan Ruteng. Dia merencanakan reksa pastoral bersama umatnya. Sebagai seorang gembala, ia jatuh bangun bersama umatnya. Dia berjalan dari stasi ke stasi, dari komunitas ke komunitas, dan dari paroki ke paroki.
Dia mendengar dengan setia Firman Allah, merenungkannya dan membaginya kepada umat kawanannya. Dia membimbing umatnya pada masa-masa sulit baik oleh gejolak sosial-ekonomi dan budaya maupun gejolak politik.
Secara teratur dia menggelar sinode keuskupan di mana umat Katolik bersama hirarki Gereja membahas bersama-sama reksa pastoral yang memberikan kesejahteraan jasmaniah dan rohaniah bagi umat.
Tantangan Gereja lokal, yang kadang-kadang serani sai kontas bokak, bukanlah perkara mudah. Namun oleh tanggung jawabnya sebagai gembala Uskup harus sabar menuntun umatnya menuju padang rumput hijau.
Seperti dikatakan oleh mantan Gubernur NTT Ben Mboi dalam sinode keuskupan beberapa waktu lalu, Uskup Edu membawa kawanannya dengan filosofi Manggarai sendiri yakni tinu, titong, toing, dan teing.
Tinu dalam bahasa Manggarai adalah memelihara. Tugas pemimpin Gereja adalah memelihara perbendaharaan iman (depositum fidei). Titong adalah tugas kegembalaan agar menuntun domba-domba ke padang hijau. Agar dengan gala dan tongkat kegembalaan, domba yang lari keluar dituntun kembali ke jalan yang benar. Teing adalah memberi. Gereja sebagai penyalur rahmat harus terus menerus menyalurkan rahmat kepada umatnya. Toing adalah mengajar, memberi nasihat.
Di sisi lain, Uskup Edu dalam segala kesederhanaannya memandang penting kehadiran Gereja Katolik di Flores. Ketika Flores Pos, harian pertama di Flores berdiri tahun 1999, Uskup Edu adalah salah satu Uskup yang ikut memberi andil. Dia mendukung kehadiran media massa. Dia melihat posisi Flores ke depan. Dia ikut membangun dan memperkuat demokrasi di tingkat lokal. Dia ingin menegaskan kembali pentingnya keterlibatan dan kehadiran Gereja Katolik di bidang media massa.
Uskup tidak hanya membangun fondasi Keuskupan Ruteng tapi juga dalam konteks penciptaan masyarakat adab di Flores melalui media. Uskup Edu, selamat jalan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar