Oleh FRANS OBON
KETIKA berdiskusi di Harian Flores Pos, 29 November 2008, Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Manggarai Barat, Rafael Arhat bicara betapa pentingnya menjaga lingkungan hidup dalam konteks pengembangan pariwisata di Manggarai Barat.
“Jika kita bicara ekowisata, maka kontraproduktif dengan masalah pertambangan”.
Saat diskusi itu, Rafael masih menjabat Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Manggarai Barat. Dia dimutasi dan diangkat jadi Kepala Bapedalda Mabar, 21 Februari 2009 lalu.
Di Mailing List (Milis) Lonto Leok, sebuah forum curah gagasan kelompok Manggarai, Gerard Bibang memuat percakapan singkatnya dengan Rafael tentang komitmen menjaga lingkungan hidup sehingga tidak kontrapoduktif dengan pengelolaan pariwisata di Manggarai Barat.
Dia bilang, dia memimpin Dinas yang berseberangan dengan tambang. Dia tahu itu. “Saya mempertaruhkan jabatan demi lingkungan hidup. Tidak apa-apa. Kalau lingkungan hidup rusak, saya siap mundur, tapi kalau lingkungan aman, maka saya dinilai berhasil”.
Dia bilang telah jadi komitmennya sejak dia lantik untuk menjaga lingkungan hidup. Dia siap bergandeng tangan dengan pemerhati lingkungan hidup melawan segala bentuk aktivitas yang cenderung merusak lingkungan termasuk tambang.
Dalam milis itu, Gerard Bibang menilai pribadi Rafael Arhat sebagai pribadi yang luwes dan komunikatif. “Sebagai lulusan sastra Inggris dari Denpasar, beliau bisa berkomunikasi lintas batas dan wawasannya sangat internasional”.
Gerard menyimpulkan,” RA (Rafael Arhat) memberikan saya satu point baru dalam gerakan tolak tambang: Dalam birokrat, ada juga rekan-rekan seperjuangan kita”.
Pada pertemuan dengan para mahasiswa dan Ikatan Keluarga Manggarai di Ende pada sore harinya, dia bicara panjang lebar strategi pengembangan pariwisata di Manggarai Barat. Apalagi dia adalah Ketua Forum Pariwisata Manggarai Barat.
Forum Pariwisata Manggarai Barat yang didukung Swisscontact mengadakan survei kepuasan wisatawan saat mengunjungi objek wisata di Manggarai Barat. Umumnya wisatawan senang dengan objek wisata, namun pelaku wisata perlu memberi perhatian pada kebersihan di tempat-tempat wisata, pemandu yang profesional, dan fasilitas yang diharapkan diperbaiki dari tahun ke tahun.
Dari survei itu, wisatawan tidak saja hanya senang melihat komodo, yang merupakan maskot wisata Mabar, tapi juga treking dan hiking. Alam Mabar memberikan kesegaran bagi wisatawan. Lihatlah dalam website floreskomodo.com, West Flores: Komodo & so Much More, banyak objek wisata alam dan budaya begitu menarik.
Peserta diskusi di Ende mencemaskan tempat masyarakat lokal dalam pengembangan wisata Mabar. Seperti kekhawatiran umum untuk daerah wisata, masyarakat lokal akan tersingkir. Sekarang memang dirasakan. Sayur mayur dan buah-buahan didatangkan dari Bima (Nusa Tenggara Barat) dan Makassar (Sulawesi Selatan). Mestinya ini disuplai masyarakat lokal. Karena daerah pertanian di Manggarai Barat terkenal suburnya dibandingkan wilayah lainnya di Manggarai. Masalahnya orientasi pembangunan tidak menitikberatkan pada pengembangan pertanian. Akibatnya pertanian kita berjalan di tempat.
Rafael sendiri bilang pada diskusi itu, perencanaan pembangunan berjalan parsial, tidak tersistemik. Masing-masing bagian berjalan sendiri-sendiri. Menciptakan proyek pembangunan, yang tidak tersistemik dan tak terkoneksi dengan yang lainnya. Karena memang tidak ada simpul. Simpul ditentukan oleh faktor kepemimpinan.
Sekarang ini, dipelopori oleh Komisi Keadilan, Perdamaian, dan Keutuhan Ciptaan Fransiskan (Ordo Fratrum Minorum) dan Serikat Sabda Allah (Societas Verbi Divini) Gereja Katolik, ada penolakan terhadap usaha pertambangan di Flores. Pertambangan dinilai merusak lingkungan dan tanah Flores yang kecil itu. Bahkan di beberapa tempat, wilayah pertambangan terdapat di lahan pertanian warga.
Sudah saatnya pemerintah daerah dan rakyat Flores membuka mata untuk tidak mudah menjatuhkan pilihan pada pertambangan sebagai salah satu usaha untuk mensejahterakan mereka. Artikel-artikel media lokal sudah meneriakkan bahwa Flores bisa dibangun tanpa tambang. Belum ada cukup bukti sebuah daerah dan masyarakat lokal maju karena mengandalkan tambang. Di Serise, masyarakat di sekitar tambang masih dibelit kemiskinan. Padahal tambang mangan itu sudah lama beroperasi.
Gerakan ekowisata adalah sebuah kampanye untuk memelihara lingkungan alam, lingkungan sosial serta kultural rakyat Manggarai dan Flores. Sekaligus membuka mata para pemimpin kita bahwa tanpa tambang, kita bisa sejahtera.
Kita mulai gerakan itu dari Manggarai Barat. Dan terus bergema di seluruh Flores. Kecuali kita mau mempertaruhkan masa depan kita. Birokrasi pemerintahan kita yang lahir dari rahim Flores, kita ajak untuk tidak mudah mempertaruhkan masa depan pulau kecil ini.
01 Maret 2009
Ekowisata
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar