Oleh Frans Obon
PARA petani dan orang-orang yang peduli dengan nasib para petani sudah tiga kali menggelar pertemuan yang diberi nama Musyawarah Besar (Mubes), berlangsung di Maumere, Ende, dan Bajawa. Kali ini Mubes yang melibatkan para petani dari Flores dan kepulauan itu digelar di Labuan Bajo, ibu kota Manggarai Barat.
Pater Alex Ganggu SVD dari Komisi Keadilan, Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan (Justice, Peace, and Integration of Creation/JPIC) Serikat Sabda Allah (Divine Word Missionary Society) pada hari pertama pertemuan tiga hari ini (20-23 Oktober) mengajak para peserta untuk mengingat kembali rekomendasi-rekomendasi yang telah dihasilkan dalam tiga pertemuan sebelumnya. Hal ini penting untuk dilihat apakah rekomendasi-rekomendasi itu bisa diimplementasikan atau tidak.
Bagi kita, hal ini perlu direspon dengan serius oleh peserta dengan beberapa alasan. Pertama, sungguhkah rekomendasi itu lahir dari masalah petani kita atau sebuah transfer ide-ide global yang gagal dicarikan relevansinya dalam konteks kita.
Sudah menjadi kebiasaan umum, orang-orang kita yang lompat dari satu pertemuan ke pertemuan lainnya hanya mengambil oper gagasan-gagasan besar tanpa mengetahui persis konteks dan masalah lokal. Dampaknya terlihat dalam rekomendasi yang diberikan. Banyak kali rekomendasi tidak bisa dioperasionalkan secara konkret. Karena itu rekomendasi-rekomendasi dari pertemuan-pertemuan yang namanya besar seperti ini tidak dapat terimplementasikan dengan baik.
Kedua, pertanian subsisten seperti Flores dan Lembata dililit berbagai masalah seperti sumber daya manusia petani, teknologi terbatas, luas lahan pertanian terbatas, akses pasar terbatas, akses finansial terbatas, dan segala macam masalah lainnya.
Keliru mendiagnosa masalah, keliru pula mencari jalan keluarnya. Sungguhkah masalah yang diangkat dalam pertemuan itu dirasakan sebagai masalah petani sendiri, atau bahan-bahan yang beredar dalam pertemuan disesuaikan saja dari bahan-bahan dari pertemuan di tempat lain? Dengan kata lain, masalah-masalah yang diangkat sungguh masalah petani Flores.
Ketiga, kelompok aksi. Untuk mengefektifkan hasil pertemuan ini, apapun namanya, kita perlu membentuk kelompok aksi. Sebuah kelompok yang sungguh menjadi dinamisator bagi bekerja efektifnya rekomendasi ini. Kelompok aksi ini perlu membuka akses ke pemerintah, ke berbagai multi stakeholder yang terkait dengan masalah petani, akses ke finansial, dan akses ke pasar. Tanpa ada satu kelompok aksi ini, rekomendasi itu akan tetap jadi bahan beku di arsip-arsip kita.
Keempat, konflik lahan antara para petani adalah masalah serius yang dihadapi para petani kita. Dengan menggunakan pembenaran kekuasaan adat masa lalu, satu kampung bisa mengklaim dengan begitu saja lahan pertanian di kampung lainnya. Dalam pertikaian ini, tidak banyak pihak peduli.
Dengan ini sebenarnya membangun pertanian Flores berarti memahami dengan tepat masalah petani di daerah ini. Karena itu kita mendorong Mubes petani ini sebagai ajang membahas masalah konkret petani kita, sehingga solusinya dapat terimplementasikan.
Flores Pos Bentara Mubes
22 Oktober 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar