09 Maret 2009

Tumpang Tindih di TNK

Oleh Frans Obon

KEPALA Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) Tamen Sitorus mulai gusar. Dia bilang kawasan TNK di Manggarai Barat di ambang kehancuran, lantaran tiba-tiba ada masyarakat setempat mengantongi ijin usaha di dalam kawasan Taman Nasional Komodo dan mereka punya sertifikat. Semua itu diterbitkan oleh pemerintah daerah.


Karena mengantongi sertifikat sebagai bukti hak milik, maka tidak ada alasan untuk melarang warga menjual hak miliknya atau mengalihkan hak miliknya kepada orang lain. Apalagi pertumbuhan pariwisata Manggarai Barat yang prospeknya cukup bagus. Spekulan tanah bisa meraih keuntungan dari sini.

Beberapa waktu lalu, seperti juga di tempat lain, timbul juga masalah posisi masyarakat lokal dalam pengelolaan kawasan taman nasional. Masyarakat lokal perlu dilibatkan dalam pengelolaan kawasan sehingga mereka tidak menjadi penonton di tempat mereka sendiri.

Campur baur masalah-masalah ini dalam pengelolaan TNK menimbulkan pesimisme. Kecemasan Tamen Sitorus beralasan.

Pertama, jelas sekali terlihat bahwa sama sekali tidak ada koordinasi di tingkat pemerintah, terutama dalam hubungan antara pemerintah pusat dan daerah. Kewenangan pengelolaan TNK yang langsung di bawah pemerintah pusat membuat pemerintah daerah seringkali tidak ambil pusing dengan pengelolaan kawasan. Akibat paling serius dari ini adalah lemahnya komitmen pemerintah daerah dalam menjaga kawasan. Karena pemerintah daerah tidak punya kewenangan dalam penentuan pengelolaan kawasan.

Pemerintah daerah hanya mendapat limbah persoalan jika masyarakat lokal memprotes ketidakterlibatan mereka dalam pengelolaan. Atau kalau masyarakat lokal merambah kawasan, maka pemerintah daerah diminta membantu menertibkannya. Hal itu terlihat pula ketika ada isu penjualan pulau, pemerintah daerah sepertinya tidak tahu sama sekali masalahnya, alias terkejut.

Kedua, tumpang tindih itu dibuat oleh pemerintah sendiri. Penyebabnya adalah lemahnya koordinasi di tingkat instansi pemerintah. Badan Pertanahan Nasional berjalan sendiri. Pemerintah daerah menerbitkan ijin tanpa memperhatikan peraturan mengenai kawasan taman nasional. Semua ini mencerminkan tidak pedulinya pemerintah daerah dalam memelihara kawasan yang telah dikonservasikan.

Jika pemerintah daerah dan BTNK punya komitmen bersama untuk memelihara kawasan Taman Nasional Komodo, maka sekaranglah saatnya menata kembali semua kerancuan ini. Mengakhiri semua kerancuan dan tumpang tindih itu, diperlukan sikap dan tindakan tegas dari pemerintah.

Flores Pos | Bentara | TNK | 15 November 2008 |

Tidak ada komentar:

Posting Komentar