09 Maret 2009

Perencanaan Berperspektif Bencana

Oleh Frans Obon

BANYAK yang bilang Nusa Tenggara Timur bukan saja miskin secara ekonomis, namun juga menjadi etalase atau toserba bencana. Tiap tahun selalu terjadi bencana. Namun masyarakat tidak pernah bisa belajar dari bencana ke bencana. Bencana alam, bencana sosial silih berganti.


Bencana membuat masyarakat kita tambah miskin. Kerugian yang ditimbulkan bencana tiap tahun miliaran rupiah. Banyak komoditas warga disapu banjir. Lahan pertanian jadi tidak produktif karena makin kritis. Sawah yang dulu dikerjakan dua kali setahun sudah kekurangan air. Ini akibat hutan dibabat habis. Banjir meluap. Karena daerah tangkapan air diubah menjadi kawasan pemukiman atau lahan pertanian. Semuanya terkesan tidak terkendali. Kalau sumber-sumber pendapatan ini disapu bencana tiap tahun, maka sudah dapat dipastikan sumber penghidupan warga terganggu. Siklus ini akan berpengaruh pada terjadinya kasus busung lapar. Sumber daya manusia dipertaruhkan di sini.

Solusi terhadap masalah bencana dibuat secara instan. Kucuran dana bencana miliaran rupiah oleh pemerintah pusat telah mengubah mentalitas masyarakat. Di sisi pemerintah, bencana adalah proyek. Mentalitas proyek telah menusuk masuk. Di sana ada cerita keuntungan. Di sisi masyarakat, dana gratis pemerintah ini menciptakan ketergantungan. Masyarakat dilatih menadahkan tangannya. Pemerintah bayar tunai. Karenanya tiap kali bencana masyarakat minta dan menuntut dari pemerintah.

Salahnya di mana? Bantuan darurat (emergensi) itu bukan berarti tidak kita butuhkan. Respon darurat diberikan ketika bencana terjadi. Yang lebih penting adalah bagaimana kita mencegah bencana dan bagaimana kita menyiapkan masyarakat untuk menghadapi bencana. Tentu kita pilah, mana bencana yang dapat kita cegah dan mana yang tidak bisa kita hindari.

Bencana bisa kita cegah dimulai dari perencanaan pembangunan. Setiap Organisasi Perangkat Daerah atau Satuan Kerja Perangkat Daerah dalam perencanaan program kerja mesti memperhitungkan aspek kebencanaan. Perencanaan berperspektif kebencanaan. Perencanaan dan pemanfaatan tata ruang memperhitungkan potensi bencana. Pemerintah dalam hal ini bertindak tegas terhadap pemanfaatan tata ruang jika berpotensi terjadinya bencana.

Langkah kedua adalah membangun kapasitas masyarakat. Cara ini akan dapat mengurangi ketergantungan masyarakat pada bantuan dari luar. Masyarakat lokal menggali seluruh potensi lokal untuk menghadapi bencana. Ada kesepakatan antarmereka mengenai pemanfaatan tata ruang, mengurangi risiko banjir dan tanah longsor, dan tidak merambah hutan di daerah tangkapan air hujan untuk irigasi sawah.

Karena itu sudah saatnya perencanaan pembangunan kita dibuat dalam bingkai berprespektif kebencanaan. Kita mulai dari sana.

Flores Pos | Bentara | Bencana
|9 Desember 2008 |

Tidak ada komentar:

Posting Komentar