09 Maret 2009

Rabies Masih Jadi Momok

Oleh Frans Obon

Korban meninggal akibat digigit anjing rabies di Sikka kembali terjadi. Selasa pekan lalu, seorang anak berusia 10 tahun bernama Ignatius Molo meninggal dunia. September lalu, warga Bola bernama Apolonaris Rehing meninggal karena rabies.


Data Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Sikka menyebutkan, selama 11 bulan terakhir sejak Januari 2008 terjadi 72 kasus gigitan. Dinas telah mengirim 21 specimen otak ke Maros, Sulawesi Selatan. Pemerintah telah memberi vaksin 21.944 ekor hewan penular rabies dari total populasi 30.956. Anjing yang telah divaksin 21.475, kucing 448 ekor, dan kera 71 ekor.

Kasus rebies pertama terjadi di Flores Timur pada tahun 1997. Untuk beberapa tahun lamanya, rabies tidak menyebar begitu cepat. Tetapi masuk tahun 2000 rabies melanda Flores seluruhnya. Puluhan korban jiwa berjatuhan. Setelah itu korban menurun. Sampai sekarang kasus gigitan masih terbilang tinggi sejalan dengan makin meningkatnya populasi hewan penular rabies, terutama anjing.

Rabies atau penyakit anjing gila disebabkan virus rabies yang menyebabkan gangguan pada susunan saraf pusat. Setelah masa inkubasi selama 10 hari hingga 7 bulan, orang yang digigit mengalami gejala-gejala demam ringan atau sedang, sakit kepala, tidak ada nafsu makan, lemah, mual, dan perasaan abnormal pada daerah sekitar gigitan.

Kemudian diikuti gejala hipertensi dan hipereksistasi mental dan neuromuskular, kaku kuduk dan kejang-kejang otot-otot yang berfungsi dalam proses menelan dan pernafasan. Sedikit rangsangan berupa cahaya, suara, bau ataupun sedikit cairan dapat menimbulkan refleks kejang-kejang tersebut. Selanjutnya berkembang menjadi kekejangan umum dan terakhir kematian.

Pada hewan penular rabies, ada tiga fase yakni fase prodormal di mana hewan mencari tempat dingin dan menyendiri, tapi dapat menjadi ganas dan nervus, pupil mata meluas dan sikap tubuh kaku (tegang). Fase ini berlangsung 1-3 hari. Fase kedua adalah eksitasi di mana hewan jadi ganas, menyerang siapa saja dan makan barang-barang apa saja. Mata jadi keruh, selalu terbuka, gemetaran. Berikutnya fase paralisa di mana hewan alami kelumpuhan pada semua bagian tubuh dan terakhir kematian.

Mengapa kita sebutkan gejala rabies pada hewan penular maupun pada manusia yang digigit agar masyarakat mengetahui dengan jelas. Apa yang kurang dalam penanganan rabies di Flores dan Lembata adalah tidak adanya pendidikan kepada masyarakat mengenai rabies.

Sampai sekarang banyak petani-petani kita di desa, bahkan masih banyak orang di kota, memelihara anjing tanpa memperhatikan pemeliharaan yang aman dari rabies. Pertama-tama itu disebabkan karena tidak adanya pengetahuan yang cukup dan mengendurnya komitmen pemerintah. Tidak adanya pengetahuan yang cukup dan kendurnya komitmen pemerintah, menjadi alasan mendasar mengapa rabies masih jadi momok di Flores.

Flores Pos | Bentara | Rabies
| 22 November 2008 |

Tidak ada komentar:

Posting Komentar